Sejarah Alam Semesta & Kontinuum Kesadaran- Ruang-Waktu

menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi
kesabaran.(QS 103:1-3)

Mengaitkan masa atau waktu sebagai suatu
"kerugian" dan "amal saleh.." untuk "menetapi
kesabaran" sebenarnya merujuk pada aspek
"kesadaran diri manusia" yang tentunya tidak bisa
dipisahkan dengan waktu. Secara logis, setiap bilah
waktu kita yang lewat adalah peluang kita untuk
"hidup dan mati" dan menunaikan suatu amanat dari
Tuhan. Jadi ketika kita melepaskan kesadaran diri
kita dari pentingnya waktu, maka kerugianlah yang
akan kita temui karena waktu tidak bisa dapat balik
kembali.

Dalam ayat yang lain yaitu QS 15:71 Allah juga
berfirman dengan menyinggung masalah waktu
yang dikaitkan dengan kesadaran seseorang,

(Allah berfirman): "Demi umurmu (Muhammad),
sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam
kemabukan (kesesatan)". (QS 15:71)

Demikian juga, dengan gaya bahasa yang lebih
psikologis, kaitan alam semesta dan kesadaran
manusia juga ditegaskan dalam firman QS (17:60),

Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan
kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu
meliputi segala manusia". Dan Kami tidak
menjadikan "mimpi" yang telah Kami perlihatkan
kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia
dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk
dalam Al Qur'an. Dan Kami menakut-nakuti
mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah
menambah besar kedurhakaan mereka.(QS
17:60)

Frase "tidak menjadikan 'mimpi' yang telah Kami
perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi
manusia" menegaskan aspek psikologis penglihatan,
cerapan inderawi, akal pikiran dan qolbu kita kita
ketika memahami alam semesta atau dunia yang
sebenarnya seperti sebuah mimpi. Dengan
demikian, dalam memahami alam semesta, dunia
atau kehidupan faktor kesadaran sangat penting
untuk meemhami semua itu dengan utuh. Bukan
sepenggal-sepenggal.

Berbeda dengan konsepsi alam semesta sebagai
kontinuum ruang-waktu, maka konsep alam
semesta sebagai kontinuum kesadaran-ruang-waktu
menempatkan manusia dalam posisi yang lebih
dominan di alam semesta yang akhirnya akan
menyingkap bahwa alam semesta sebenarnya
diciptakan dengan mengikuti aturan atau ketentuan
yang sudah ditetapkan kepada manusia sebagai
suatu kadar dari Penciptanya. Kita adalah burung,
dan alam semesta adalah kandangnya. Maka yang
menciptakan, memelihara dan mendidik kita
sebagai Rabb Al-Aalamin mestinya menentukan
ukuran dan ketentuan manusia dahulu sebelum
kandangnya dibuat. Sehingga, alam semesta yang
kita diami dan dianggap oleh kita sangat luas
sebenarnya diciptakan berdasarkan spesifikasi kita
sebagai manusia yang menjadi citra kesempurnaan
Allah sebagai Rabb Al-Aalamin. Allah tidak
menciptakan alam semesta untuk emnunjukkan
citra kesempurnaan-Nya, namun kepada
manusialah Dia mengamanatkan citra
kesempurnaan-Nya itu. Artinya, kita lah yang
menentukan bentuk alam semesta ini sehingga
seprrti apa yang kita lihat dan kita rasakan saat ini.
Ketika manusia tidak menyadari hal ini, dan
mengira bahwa kebetulan manusia ada di alam
semesta, maka kitapun akan tertipu suatu tipu daya
fundamental dan sangat psikologis yaitu tipuan
Sang Iblis ketika menginginkan keabadian dirinya.

Pengertian alam semesta menurut Al Qur'an
sebagai al-Aalamin pada akhirnya mengungkap
adanya kejamakan alam semesta dalam pengertian
inderawi dan non inderawi. Kendati demikian,
semua alam tersebut secara teoritis adalah alam
yang berada dalam suatu kontinuum yaitu di dalam
kontinuum kesadaran-ruang-waktu. Hanya saja, ada
kesadaran-ruang-waktu yang terpahami secara utuh
oleh manusia dalam orde batasan-batasan waktu
teoritis yaitu diatas waktu Planck yang nilainya lebih
dari 10-34
detik1
, dan ada alam yang tidak
terinderawi oleh manusia yang bersifat gaib namun
dapat disadari ada (dalam arti kesadaran diri sudah
lepas dari keterikatannya dengan ruang-waktu).
Menurut telaah almarhum Prof. Achmad Baiquni
[29]
, seorang fisikawan Indonesia yang menekuni Al
Qur'an dari sudut pandang sains modern, para
saintis dalam menyikapi keberadaan alam-alam lain
tersebut telah berusaha membuktikannya, baik
secara teoritis maupun matematis. Seringkali
mereka menyebutnya sebagai "shadow worlds",
"parallel worlds" atau alam gaib menurut istilah Islam,
dan diperkirakan memiliki hukum-hukumnya

1
Dalam pengertian sehari-hari manusia menyadari
perbedaan waktu dalam order satu detik, jadi kajian teoritis

0 comments:

Post a Comment