Pengertian filsafat islam

pengertian filsafat islam, agaknay tidak aneh jika masih ada orang samapi hari ini meletakkan filsafat islam pada altar skeptik. sikap ini jelas merupakan warisan, terutama dari pandangan para orientalis abad ke-19, seperti Tennemann dan E. renan. menurut mereka kendatipun orang-orang islam melakukan kegiatan mempelajari filsafat, namun mereka tidak akan mungkin melahirkan filsafat sendiri. alsan-alasan pandangan mereka ini dapat dirangkum sebagai berikut:
  1. adanya kitab suci Al-Quran yang menegasikan kebebasann atau kemerdekaan berfikir
  2. karakter bangsa Arab yang tidak mungkin berfilsafat
  3. bangsa Arab adalah ras semit (al-Samy), termasuk ras rendah bila dibandingkan de3ngan bangsa Yunani rasria(al-Ary). ras semit mempunyai daya nalar yang lemah dan tidak mampu berfilsafat, yang hanay dimiliki oleh Ras Aria.
alasan-alasan yang dikemukakan di atas tidak mempunyai dasar sama sekali. bahkan mengandung kadar kezaliman. seperti kitab suci Al-Quran dituding menegasikan kebebasan berfikir, padahal faktualnya t idak sedikit ayat-ayat al-Quran yang menganjurkan dan mendorong pemeluknya banyak berfikir dan melakukan pengamatan dan penelitian dalam pelbagai bidang serta mencela orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.

obyek filsafat 8

dalam ajaran agama wahyu, pengetahuan dapat diperoleh melalui wahyu. pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak kebenaranya. sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui pancaindera dan akal bersifat realtif.
pembahasan aksiologi bersangkutan dengan hakikat nilai. dalam menentukan hakikat atau ukurtan baik dan buruk dibahas dalam filsafat etika atau akhlak. adalam menentukan hakikat atau ukuran benar dan salah dibahas dalam filsafat logika atau mantiq.

dalam menentukan hakikat atau ukuran indah dan tidaknya dibahas dalam filsafat estetika atau jamal.

Rektor IAIN IB: Penelitian IAIN Imam Bonjol Jauh Tertinggal

Sirajuddin Zar-PADANG--Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Profesor Sirajuddin Zar menyatakan saat ini IAIN jauh tertinggal di bidang penelitian dibanding perguruan tinggi lain.

"Kita sudah begitu jauh tertinggal dari perguruan tinggi lain. Saat ini orang sudah berbicara tentang research university. Sementara kita masih berkutat pada penelitian kecil-kecilan yang masih bersandar kepada pendanaan kampus yang juga kecil. Untuk itu Pusat Penelitian harus lebih kreatif dan terus melahirkan penelitian yang bermutu dan bermanfaat bagi masyarakat," kata Sirajuddin saat melantik Kepala Pusat Penelitian IAIN Imam Bonjol Yulizal Yunus, kemarin.

Karena itu, Sirajuddin berharap, Yulizal Yunus dapat mengembangkan penelitian di IAIN sehingga lebih kreatif dan bermutu.

Sosok Yulizal Yunus sendiri bukanlah sosok yang asing bagi dunia penelitian IAIN Imam Bonjol Padang. Kemampuan meneliti dan keahlian dalam mengorganisir kegiatan diharapkan menjadi modal bagi Puslit IAIN untuk bangkit.

Selama ini, Yulizal yang pernah menjabat Dekan Fakultas Ilmu Budaya-Adab (FIBA) juga aktif terlibat pada penelitian-penelitian yang yang disponsori oleh beberapa Pemkab dan Pemko di Sumatera Barat.

Sementara, Yulizal Yunus sendiri berencana mengembangkan riset aksi yang lebih dikenal dengan Participatory Action Research (PAR).

Menurut Yulizal, riset yang baik tidak cukup untuk kepentingan riset itu sendiri. Riset yang baik itu harus mendorong kepada tindakan yang kongkrit. Termasuk riset keagamaan yang tujuan utamanya adalah membumikan nilai-nilai keagamaan dalam bentuk amaliyah yang berbasis riset. (*)

Filsafat dan Obyeknya (7)

Sirajuddin Zar-Jika tidak ditemukan hasil sama, penemuan seperti itu tidak dapat direkomendasi oleh para saintis lain dan dipandang tidak pernah ada.
1. al-Wujud atau ontologi;
Ada pun objek bahasan filsafat terbagi menjadi tiga bahasan pokok:
2. aI-Ma’rifat atau epistemologi;
3. al-Qayyirn atau aksiologi.
Pembahasan ontologi mencakup hakikat segala yang ada (al-manjudat) . Dalam dunia filsafat “yang mungkin ada” termasuk dalam pengertian “yang ada.” Dengan kata lain, ‘yang mungkin ada” merupakan salah satu jenis “yang ada.” Dan ia tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok “yang tiada,” dalam arti tidak ada atau dalam bahasa lain “mustahil ada.”
Pada umumnya bahasan “yang ada” (al-manjudad) terbagi menjadi dua bidang, yakni fisika dan metafisika. Bidang fisika mencakup tentang manusia, alam semesta, dan segala sesuatu yang terkandung di dalamnya, balk benda hidup maupun benda mati. Sementara bidang metafisika membahas ketuhanan dan masalah yang imateri.
Pembahasan epistemologi bersangkutan dengan hakikat pengetahuan dan cara bagaimana atau dengan sarana apa pengetahuan dapat diperoleh. Pembicaraan tentang hakikat pengetahuan ini ada dua teori. Teori pertama yang disebut dengan realisme berpandangan bahwa pengetahuan adalah gambar atau kopi yang sebenarnya dan apa yang ada dalam alam nyata. Gambaran atau pengetahuan yang ada dalam akal adalah kopi dan yang ash yang terdapat di luar akal. Jadi, pengetahuan menurut teori ini sesuai dengan kenyataan.
Sementara itu, teori kedua yang disebut dengan idealisme berpandangan bahwa pengetahuan adalah gambaran menurut pendapat atau penghihatan orang yang mengetahui. Berbeda dengan reahisme, pengetahuan menurut teori ideahisme ini berarti tidak menggambarkan kebenaran yang sebenarnya karena, menurutnya, pengetahuan yang sesuai dengan kenyataan adalah mustahil.
Pembicaraan tentang metode-metode untuk memperoleh pengetahuan ada dua teoni pula. Teori pertama yang disebut dengan empirisme berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantaraan pancaindra. Alat utama inilah yang memperoleh kesankesan dan apa yang ada di alam nyata. Kesan-kesan tersebut berkumpul dalarn din manusia yang kemudian menyusun, dan mengaturnya menjadi pengetahuan. Sementara itu, teoni kedua yang disebut dengan rasionahisme berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantaraan akal. Memang untuk memperoleh data-data dan alam nyata dibutuhkan pancaindra, tetapi untuk menghubung-hubungkan satu data dengan data Iainnya atau untuk menerjemahkan satu kejadian dengan kejadian Iainnya yang terjadi di alam nyata ini dibutuhkan sekahi akal. Andaikan bersandar pada pancaindra semata, nianusia tidak akan mampu menafsirkan proses alamiah yang terjadi di jagad raya in Jadi, akahlah yang menyusun konsep-konsep rasional yang disebut dengan pengetahuan.

Filsafat dan Obyeknya (6)

Sirajuddin Zar-Dengan kata lain, dalam berpikir filsafat tidak boleh ada satu sisi pun yang tertinggal, tetapi harus tercakup di dalamnya secara keseluruhan. Begitu juga dengan ciri filsaFat berikutnya, iaiah mendasar atau radikal. Teiah disebutkan bahwa ilmu atau sains hanya mampu memberi penjelasan sebatas pengalaman atau kenyataan empiris, sedangkan berpikir Filsafat lebih jauh dan itu, yakni akan sampai ke dasar segala dasar. Dengan demikian, tidak ada saw tapal batas pun atau suatu yang tabu bagi kegiatan berpikir filsafat.
Demikianlah bcberapa karakteristik berpikir filsafat. Akan tetapi, Jujun S. Suriasumantri menambahkan satu karakteristik lagi, yakni spekulatif. Penambahan mi dapat diterima, karena spekulatif adalah dasar ilmu pengetahuan. Agaknya ciri inilah yang menjadikan jurang pernisah antara pengetahuan filsafat dan pengetahuan sains. Spekulatif sebagai dasar bagi sains (ilmu) hanya bersifat sementara, yang kemudian harus dibuktikan secara empiris dengan menggunakan roetode ilmu atau sains.
Kendatipun filsafat menjadikan spekulatif sebagai saiah satu cirinya, namun bukan berarti ia berpikir hanya menebak-nebak atau menerka-nerka tanpa aturan. Akan tetapi, dalam analisis dan pembuktian filsafat akan dapat diketahui dan ditetapkan mana spekulatif yang benar dan logis dan mana pula spekulatif yang salah atau tidak logis. Hal ini berarti, kebenaran berpikir filsafat hanya sepanjang kerangka filosofis dan belum tentu benar dalam kenyataan secara empiris. Sementara kebenaran hasil ilmu atau sains dikatakan konsensus dan seluruh ilmuwan yang bersangkutan. Hal mi disebabkan hasil kajian ilmu atau sains haius dapat dikaji ulang atau dipeniksa ulang oleh yang bersangkutan atau saintis lain dengan hasil yang sama.

Filsafat dan Obyeknya (5)

Sirajuddin Zar-Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa berpikir filsafat mengandung ciri-ciri rasional, sistematis, universal atau menyeluruh, dan mendasar atau radikal. Berpikir rasional mutlak diperlukan dalam berfilsalat. Rasional mengandung arti bahwa bagian-bagian pemikiran tersebut berhubungan antara satu dan lainnya secara logis. Kalau diibaratkan sebagai satu bagan, bagan tersebut adalah bagan yang berisi kesimpulan yang adiperoleh dan premise-premise Sistematis juga termasuk ciri-ciri berpikir filsafat. Kegiatan kefilsafatan bukanlah berpikir secara kebetulan. .Akan tetapi, ia harus berdasarkan aturan-aturan penalaran atau logika. Pada dasarnya berpikir filsafat ialah bcrusaha untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional dalam rangka memahami segala sesuatu termasuk din kita sendiri. Menycluruh atau universal termasuk juga ciri atau karakteristik berpikir filsafat. Suatu sistem lilsafat harus bersifat komprehensif atau menyclurub. Oleh karena itu, tidak ada satu pun yang berada di luar angkauannya. Seorang filosof dalam mencani kebenaran atau hakikat segala sesuatu, kebenaran atau hakikat mi harus dinyatakannya dalam hentuk umum atau komprehensif.

Filsafat dan Obyeknya (4)

OLeh: Sirajuddin Zar
dari uraian sbelumnya dapat dilihat bahwa berfikir filsafat mengandung ciri-ciri rasional, sistematis, universal atau menyeluruh, dan mendasar atau radikal. berfikir rasional mutlak diperlukan dalam berfilsafat. Rasional mengandung arti bahwa bagina-bagian pemikiran tersebut berhubungan antara satu dan lainnya secara logis. Kalau didibaratkan sebagai satu bagan, bagan tersebut adalah bagan yangberisi kesimpulan yang diperoleh dari premise-premise. Sistematis juga termasuk ciri-ciri berfilsafat. kegiaan kefilsafatan bukanlah berfikir secara kebetulan. akan, tetapi, ia harus berdasarkan aturan-aturan penalaran atau logika. pada dasarnya berfikir filsafat ialah berusaha untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional dalam rangka memahami segala sesutau termasuk diri kita sendiri. menyeluruh atau universal termasuk juga ciri atau karakteristik berfikir filsafat. suatu sistem filsafat harus bersifat komprehensif atau menyeluruh. oleh karena itu, tidak ada satu pun yang berada di luar jangkauannya. seorang filosof dalam mencari kebenaran atau hakikat segala sesuatu, kebenaran atau hakekat ini harus dinayatakannya dalam bentuk umum atau komprehensif.( Bersambung)